Читаем Laskar Pelangi полностью

PADA sebuah pagi yang lain, pukul sepuluh, seharusnya burung kut-kut sudah datang. Tapi pagi ini senyap. Aku tersenyum sendiri melamunkan seifat-sifat kawan sekelasku. Lalu aku memandangi guruku Bu Mus, seseorang yang bersedia menerima kami apa adanya dengan sepenuh hatinya, segenap jiwanya. Ia paham betul kemiskinan dan posisi kami yang rentan sehingga tak pernah membuat kebijakan apa pun yang mengandung implikasi biaya. Ia selalu membesarkan hati kami. Kupandangi juga sembilan teman sekelasku, orang-orang muda yang luar biasa. Sebagian mereka ke sekolah hanya memakai sandal, sementara yang bersepatu selalu tampak kebesaran sepatunya. Orantua kami yang tak mampu memang sengaja membeli sepatu dua nomor lebih besar agar dapat dipakai dalam dua tahun ajaran.

Ada keindahan yang unik dalam interaksi masing-masing sifat para sahabatku. Tersembunyi daya tarik pada cara mereka mengartikan sekstan untuk mengukur diri sendiri, menilai kemampuan orang tua, melihat arah masa depan, dan memersepsi pandangan lingkungan terhadap mereka. Kadang kala pemikiran mereka kontradiktif terhadap pendapat umum laksana gurun bertemu pantai atau ibarat hujan ketika matahari sedang terik. Tak jarang mereka seperti kelelawar yang tersasar masuk ke kamar, menabrak-nabrak kaca ingin keluar dan frustasi. Mereka juga seperti seekor parkit yang terkurung di dalam gua, kebingungan dengan gema suaranya sendiri.

Sejak kecil aku tertarik untuk menjadi pengamat kehidupan dan sekarang aku menemukan kenyataan yang memesona dalam sosiologi lingkungan kami yang ironis. Di sini ada sekolahku yang sederhana, para sahabatku yang melarat, orang Melayu yang terabaikan, juga ada orang staf dan sekolah PN mereka yang glamor, serta PN Timah yang gemah ripah dengan Gedong, tembok feodalistisnya. Semua elemen itu adalah perpustakaan berjalan yang memberiku pengetahuan baru setiap hari.

Pengetahuan terbesar terutama kudapat dari sekolahku, karena perguruan Muhammadiyah bukanlah center of excellence, tapi ia merupakan pusat marginalitas sehingga ia adalah sebuah universitas kehidupan. Di sekolah ini aku memahami arti keikhlasan, perjuangan, dan integritas. Lebih dari itu, perintis peruguran ini mewariskan pelajaran yang amat berharga tentang ide-ide besar Islam yang mulia, keberanian untuk merealisasi ide itu meskipun tak putus-putus dirundung kesulitan, dan konsep menjalani hidup dengan gagasan memberi manfaat sebesar-besarnya untuk orang lain melalui pengorbanan tanpa pamrih. Maka sejak waktu virtual tercipta dalam definisi hipotesis manusia tatkala nebula mengeras dalam teori lubang hitam, di antara titik-titik kurunnya yang merentang panjang tak tahu akan berhenti sampai kapan, aku pada titik ini, di tempat ini, merasa bersyukur menjadi orang Melayu Belitong yang sempat menjadi murid Muhammadiyah. Dan sembilan teman sekelasku memberiku hari-hari yang lebih dari cukup untuk suatu ketika di masa depan nanti kuceritakan pada setiap orang bahwa masa kecilku amat bahagia. Kebahagiaan yang spesifik karena kami hidup dengan persepsi tentang kesenangan sekolah dan persahabatan yang kami terjemahkan sendiri. Kami adalah sepuluh umpan nasib dan kami seumpama kerangkerang halus yang melekat erat satu sama lain dihantam deburan ombak ilmu. Kami seperti anak-anak bebek. Tak terpisahkan dalam susah dan senang. Induknya adalah Bu Mus. Sekali lagi kulihat wajah mereka, Harun yang murah senyum, Trapani yang rupawan, Syahdan yang liliput, Kucai yang sok gengsi, Sahara yang ketus, A Kiong yang polos, dan pria kedelapan — yaitu Samson — yang duduk seperti patung Ganesha.

Lalu siapa pria yang kesembilan dan kesepuluh? Lintang dan Mahar. Pelajaran apa yang mereka tawarkan? Mereka adalah priapria muda yang sangat istimewa. Memerlukan bab tersendiri untuk menceritakannya. Sampai di sini, aku sudah merasa menjadi seorang anak kecil yang sangat beruntung.



Bab 10


Bodenga

PAGI ini Lintang terlambat masuk kelas. Kami tercengang mendengar ceritanya.

“Aku tak bisa melintas. Seekor buaya sebesar pohon kelapa tak mau beranjak, menghalang di tengah jalan. Tak ada siapa-siapa yang bisa kumintai bantuan. Aku hanya berdiri mematung, berbicara dengan diriku sendiri.”

Lima belas meter.

“Buaya sebesar itu tak ‘kan mampu menyerangku dalam jarak ini, ia lamban, pasti kalah langkah. Kalau cukup waktu aku dapat menghitung hubungan massa, jarak, dan tenaga, baik aku maupun buaya itu, sehingga aku dapat memperkirakan kecepatannya menyambarku dan peluangku untuk lolos. Ilmu menyebabkan aku berani maju beberapa langkah lagi. Apalagi fisika tidak mempertimbangkan psywar, kalau aku maju ia pasti akan terintimidasi dan masuk lagi ke dalam air.

Перейти на страницу:

Все книги серии Laskar Pelangi

Похожие книги

Вдребезги
Вдребезги

Первая часть дилогии «Вдребезги» Макса Фалька.От матери Майклу досталось мятежное ирландское сердце, от отца – немецкая педантичность. Ему всего двадцать, и у него есть мечта: вырваться из своей нищей жизни, чтобы стать каскадером. Но пока он вынужден работать в отцовской автомастерской, чтобы накопить денег.Случайное знакомство с Джеймсом позволяет Майклу наяву увидеть тот мир, в который он стремится, – мир роскоши и богатства. Джеймс обладает всем тем, чего лишен Майкл: он красив, богат, эрудирован, учится в престижном колледже.Начав знакомство с драки из-за девушки, они становятся приятелями. Общение перерастает в дружбу.Но дорога к мечте непредсказуема: смогут ли они избежать катастрофы?«Остро, как стекло. Натянуто, как струна. Эмоциональная история о безумной любви, которую вы не сможете забыть никогда!» – Полина, @polinaplutakhina

Максим Фальк

Современная русская и зарубежная проза
Последний
Последний

Молодая студентка Ривер Уиллоу приезжает на Рождество повидаться с семьей в родной город Лоренс, штат Канзас. По дороге к дому она оказывается свидетельницей аварии: незнакомого ей мужчину сбивает автомобиль, едва не задев при этом ее саму. Оправившись от испуга, девушка подоспевает к пострадавшему в надежде помочь ему дождаться скорой помощи. В суматохе Ривер не успевает понять, что произошло, однако после этой встрече на ее руке остается странный след: два прокола, напоминающие змеиный укус. В попытке разобраться в происходящем Ривер обращается к своему давнему школьному другу и постепенно понимает, что волею случая оказывается втянута в давнее противостояние, длящееся уже более сотни лет…

Алексей Кумелев , Алла Гореликова , Игорь Байкалов , Катя Дорохова , Эрика Стим

Фантастика / Современная русская и зарубежная проза / Постапокалипсис / Социально-психологическая фантастика / Разное